Banyak
masyarakat, yang tanah atau lahannya terkena pembebasan lahan untuk kepentingan
umum, bingung terhadap hasil perhitungan nilai sebagai dasar penentuan nilai ganti
rugi atas lahan atau tanah miliknya. Khusunya mereka yang terkena pembebasan
lahan untuk jalan tol, di daerah depok, jalur
tol antasari bogor, cijago tanggerang, atau lahan untuk pelebaran jalan
lainnya. Pembebasan lahan menjadi masalah utama, lantaran beda persepsi antara
pemahaman nilai pasar oleh pemilik dengan penilai yang diberikan kuasa
melakukan penilaian. Banyak pengadaan lahan, tidak tepat waktu lantaran
masyarakat masih belum menerima nilai hasil perhitungan dari yang dilakukan appraisal.
SUHARTO, SE., MM.
PARTAI SOLIDARITAS INDONESIA (PSI)
CALEG DPRD, KOTA DEPOK, DAPIL 2 (BEJI, CINERE, LIMO)
Sebenarnya
prinsip perhitungan nilai seperti apa yang digunakan, apa saja yang dapat
diganti rugi, dan bagaimana penerapan Teknik perhitungan atau penilaian yang
dilakukan.
Menurut
UU No. 2 Tahun 2012 tentang pengadaan lahan untuk kepentingan umum, konsep penilaian
pengadaan tanah adalah nilai dalam pembebasan tanah menganut pada: Pembeli
(pemerintah) berminat membeli bahkan cenderung terpaksa membeli, Penjual
(masyarakat/ Pihak yang Berhak) tidak berminat menjual tetapi cenderung
terpaksa menjual. Disini nilai dalam pembebasan tanah normal merujuk pada nilai
pasar dengan prinsip: pembeli yang berminat membeli (willing buyer), penjual
yang berminat menjual (willing seller), pembeli dan penjual mengetahui
manfaat dari propertinya dan tanpa paksaan.
Sedangkan
definisi nilai ganti kerugian adalah penggantian
yang layak dan adil kepada Pihak yang Berhak dalam proses pengadaan tanah. (UU No. 2 Tahun 2012, Pasal 1 ayat 10). Berdasarkan SPI
2015; 306; 3.10 (terkait cara menilai): dan nilai ganti kerugian adalah nilai
untuk kepentingan pemilik yang didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Pasar atas suatu Properti, dengan memperhatikan unsur luar biasa berupa
kerugian non fisik yang diakibatkan adanya pengambil alihan hak atas
Properti dimaksud.
Sedangkan
nilai cenderung lebih tinggi daripada Nilai Pasar, karena ada unsur non fisik
(selain Nilai Pasar) yang ikut diperhitungkan (Nilai Pasar ++). Nilai yang
dikeluarkan adalah Nilai Tunggal (bersifat mandatori).
Pendekatan Penilaian
Penentuan pendekatan dan metode yang digunakan sangat tergantung pada masing-masing
jenis, klasifikasi dan kepemilikan properti. Pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Pasar (Market Approach), Pendekatan
Pendapatan (Income Approach), dan Pendekatan Biaya (Cost Approach).
Sedangkan
untuk kerugian fisik langsung, objek penilaian meliputi tanah, ruang atas tanah
dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, seperti
utilitas dan saran pelengkap bangunan. Untuk itu, penentuan kerugian Fisik didasarkan kepada “Nilai Pasar”
atau transaksi Jual-Beli yang ada.
Terkait
pembebasan lahan ini, pemilik juga akan menghadapi kerugian non fisik secara
tidak langsung. Lalu bagaimana perhitungnya? Penggantian terhadap kerugian
akibat adanya pelepasan hak dari pemilik tanah dapat diberikan premium (P): yang mencakup kerugian yang
berkaitan dengan kehilangan pekerjaan, kehilangan bisnis, termasuk alih profesi
(bila ada), kerugian emosional (solatium), kerugian budidaya tanaman.
Kerugian
ini juga mencakup Penerapan kerugian kehilangan pekerjaan/bisnis, yang penerapan
kerugian kehilangan pekerjaan atau bisnis termasuk alih profesi berdasarkan: Kegiatan
usaha atau bisnis yang dilakukan secara permanen à tempat jualan, warung, rumah
makan, dan sejenisnya. Pekerjaan yang bersifat pribadi atau profesi seperti
pekerjaan penjahit pakaian, pertukangan, ahli potong rambut, atau sejenis
lainnya.
Dari
kerugian presmiun ini, ada juga Biaya Transaksi (T), Kompensasi masa tunggu (bunga) (B), Kerugian tanah sisa (K),
Kerugian fisik lain (R).
Kehilangan
bisnis, dihitung berdasarkan pendapatan usaha (pendapatan bersih ditambah
dengan kewajiban biaya-biaya terhadap beban yang perlu ditanggung selama
perpindahan, misan beban karyawan tetap. Bila tidak diatur lain, lamanya
kehilangan potensi usaha tersebut dapat dipertimbangkan selama rata-rata 3
bulan.
Untukk
kehilangan pekerjaan, kerugian non fisik dapat dhitung didasarkan penghasilan
dari pekerja/profesi pada bulan terakhir yang diperkirakan akan hilang selama kepindahan.
Bila tidak diatur lain, lamanya kehilangan potensi usaha tersebut dapat
dipertimbangkan selama rata-rata 6 bulan.
Sedangkan
penerapan kerugian emosional (solatium): pemilik lahan mendapat kompensasi yang
diberikan kepada pemilik rumah tinggal atas kerugian non-finansial dikarenakan
harus pindah, akibat adanya pengambil alihan tanah untuk kepentingan umum.
Solatium
didasarkan kepada beberapa kondisi: Kepentingan pemilik atas rumah yang
dimiliki berhubungan dengan pemberian kompensasi yang wajar. Jangka waktu
pemilik telah memiliki dan/atau menempati rumah sepanjang disepakati para pihak
yang terkait. Ketidaknyamanan pemilik karena keharusan pindah rumah (bila
ditempati sendiri).
Sedangkan
kriteria penghitungan solatium dapat dilakukan dengan memperhatikan: lama masa
tinggal dan/atau kedudukan bangunan rumah yang dilihat dari fungsinya sebagai
sarana hunian, dimensi tapak tanah (luas tapak tanah) yang wajar; Potensi
pemanfaatan tertinggi dan terbaik (HBU)
Sedangkan
biaya transaksi mencakup biaya pindah, biaya pajak, biaya PPAT, dan beban masa
tunggu. Untuk kelebihan sisa tanah atau kerusakan fisik bangunan adalah tanah
sisa dan kerusakan fisik bangunan yang turut diperhitungkan dan dibebaskan. Bisa
bentuk tanah yang “irreguler” / tidak beraturan; tidak dapat dimanfaatkan
sesuai fungsi awalnya, dan tidak ada akses jalan.
Itu
dihitung secara proporsional sebesar indikasi nilai pasar tanah yang berlebih. Dihitung
secara proporsional sebesar jumlah biaya pemulihan bangunan.
Dasar
Penentuan Nilai Ganti Kerugian (SPI 306)
NP = Atas dasar pemanfaatan tertinggi dan terbaik (HBU)
P = (+) Premium dan solatium
T = (+) Biaya transaksi (biaya pindah, perizinan, dan pajak).
B = (+) Kompensasi masa tunggu (bunga)
K = (+) Kerugian sisa tanah (bila ada)
R = (+) Kerugian fisik tanah (bila ada)
NPW = NILAI GANTI KERUGIAN
NP = Atas dasar pemanfaatan tertinggi dan terbaik (HBU)
P = (+) Premium dan solatium
T = (+) Biaya transaksi (biaya pindah, perizinan, dan pajak).
B = (+) Kompensasi masa tunggu (bunga)
K = (+) Kerugian sisa tanah (bila ada)
R = (+) Kerugian fisik tanah (bila ada)
NPW = NILAI GANTI KERUGIAN
Jika
pemilik lahan menghadapi keberatan terhadap hasil penilian, nilai ganti
kerugian dititipkan di pengadilan. Dengan begitu pemilik dianggap melakukan
gugatan ke pengadilan. Bila ini ditempuh, maka insentif perpajakan (PPh dan
BPHTB) dihapus dari Nilai Ganti Kerugian (selisih penurunan Nilai Ganti
Kerugian ± 7-8%), seuai perpres No. 71 Tahun 2012, Pasal 122 mengenai insentif
perpajakan. (Salam Solidaritas/berbagai Sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar