Utama

Rabu, 22 Agustus 2018

Bangkitnya Jiwa Kewirausahaan




Pendidikan di Indonesia tidak mengajarkan bagaimana menjalankan bisnis sendiri. Tetapi mengajarkan bagaimana menjalankan bisnis orang lain. Anda mempelajari akuntansi, audit, hukum, dan lainnya diarahkan untuk menghitung uang orang lain, mengaudit, membela hukum bisnis orang lain.

Polulasi dunia kian meningkat, tahun 1999 mencapai 6 miliar, dan tahun 2020 diperkirakan tembus angka 8 miliar. Sedangkan jumlah penduduk Indonesia menurut proyeksi Bappenas, Badan Pusat Statistik (BPS) dan United Population Fund (UNFPA), mencapai 271 juta jiwa tahun 2020. Pulau jawa masih mendominasi populasi di Indonesia. Mencapai 152,45 juta jiwa atau 56 % dari total penduduk Indonesia.
SUHARTO, SE., MM. saat mengikuti Raker APEKSI di Kota Tarakan, Kaltara. 


Peningkatan jumlah penduduk tersebut sedianya dibarengi ketersediaan lapangan kerja baru. Namun yang terjadi justru banyak terjadi privatisasi, merger dan akuisi perusahaan yang berdampak pada PHK masal. Penciptaan perusahaan baru, yang mampu menyerap tenaga kerja juga terlihat minim.

Lalu siapa yang harus bertanggung jawab terhadap lapangan kerja baru? Pemerintah, pelaku bisnis atau siapa? Yang jelas setiap individu di jaman milenia ini harus bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Intinya setiap orang harus mampu menjadi wirausaha. Setiap orang baik bekerja untuk orang lain atau untuk diri sendiri, harus bersifat wirausaha. 

Sebagai seorang wirausaha, harus terus belajar mengambil inisiatif, inovatif, berani, dan kreatif. Kita harus mampu menampilkan, mempromosikan ide-ide berlian kita ke pasar. Pada kondisi seperti ini, kita harus siap menghadapi kesulitan dan menunda kepuasan  dalam hidup. Kewirausahaan banyak diajarkan, di Indonesia, termasuk di Amerika serikat. Ini jawaban dari ketidaktersediaan lapangan kerja baru, untuk memenuhi lonjakan jumlah penduduk.

Setiap orang dilahirkan sebagai wirausaha. Semua memiliki sifat keberanian, kreativitas dan inisiatif, yang dibawah sejak lahir. Ini bisa kita analogikan contoh seorang anak untuk mampu berjalan, tidak perlu mengikuti training berjalan, tetapi dia berlatih berdiri lalu jatuh, berdiri lagi jatuh lagi akhirnya dia tegak berdiri. Setelah berdiri dia mencoba melangkahkan kakinya, terhuyung-huyung jatuh lagi. Dia bangkit lagi, lalu mampu berjalan dengan keseimbangannya. Setelah itu baru dia bisa lari. Jika dia tersandung, dia bangkit sendiri.

Begitu juga soal dia memulai bicara, tidak perlu kursus bicara. Dia mengocek, tertawa, mencoba lagi, sampai akhirnya dia bisa mengucapkan satu kata, merangkai kata lalu bicara. Memahami arti perkataan yang diucapkan orang lain dan mampu mengimbangi pembicaraan. Dia bereksperimen dengan benda disekitarnya, dia menyentuh, tersulut api, dan berani mengambil risiko.

Pembelajaran dan proses itulah sebagai gambaran wirausaha.  Setiap hal yang dilakukan itu merupakan contoh kewirausahaan. Namun, kelebihan seperti itu, seakan hilang manakala memasuki institusi sekolah. Lalu bagaimana anda menjawab kenapa itu bisa terjadi?

Apakah ada institusi dimana anda bisa mempelajari cara menjalankan bisnis anda sendiri. Yang muncul kursus bisnis yang ditawarkan universitas, padahal itu tidak mengajarkan bagaimana anda menjalankan bisnis sendiri, namun mengajari anda bagaimana menjalankan bisnis orang lain. Begitu pula kursus akuntansi, pajak, yang anda hitung adalah uang orang lain.

Saat ini kita tidak perlu berbicara tentang kelebihan teknologi, namun lebih penting membicarakan kelebihan wirausaha. Kita memerlukan wirausahawan untuk menciptakan perusahaan besar dengan teknologi yang baru kita temukan. Orang-orang mampu membuat perusahaan besar dengan menggunakan teknologi inilah yang akan dapat mengatasi tugas menciptakan pekerjaan untuk orang banyak.

Jika kita melihat tren 1000 tahun terakhir, tahun 1000 kekuasaan berada di tangan kaum rokaniawan, yang secara kebetulan adalah beberapa orang yang mampu membaca dan menulis. Tren tahun1455 penemuan mesin cetak yang memungkinkan pengetahuan lebih bisa disebarkan kepada lebih banyak orang. Dengan begitu kekuasaan bergeser perlahan dari agama ke politik.

Tren tahun 1555 polisi mulai berkuasa dan untuk mempertahankan kekuasaan itu, birokrasi dibuat. Tahun 1970 penemuan microchip memungkinakn informasi lebih tersebar kepada kelompok orangn yang lebih besar. Kekuasaan bergeser perlahan dari politik ke ekonomi.

Tahun 2995 ekonomi sekarang begitu penting sehingga menjadi penyebab jatuhnya banyak pemimpn politik, yang disebabkan kejatuhan ekonomi. Sedangkan 2020 keseimbangan kekuasana bergeser perlahan dari birokrasi menjadi kewirausahaan. Abad 20 milik politisi sedangkan abad 21 menjadi milik para pengusaha.

Model kewirausahaan banyak dicontohnya pemilik bisnis dan orang terkaya di dunia. Mulai dari Bill Gate (Mikrosoft), Mark Zuckerberg (Facebook), Jak Ma (Alibaba), dan lainnya. Di Indonesia ada Go-Jek, Bukalapak, tokopedia, akulaku dan lainnya. Semua dimulai dari wirausaha, lalu memanfaatkan teknologi, merekrut karyawan, menjadi besar. Mereka menciptakan bisnis dengan melibatkan banyak orang di dalamnya. Indonesia pun melakukan gerakan nasional 1000 startup digital untuk mengubah menjadi negara maju dan anak muda menjadi penggeraknya.

Untuk orang di birokrat, selama 25 tahun, selalu mempertahankan status keamanan dan standar hidupnya. Namun, untuk individu yang berjiwa wirausaha selalu bersikap ofensif, mencari cara memperbesar kesempatan, kemampuan, kualitas hidup mereka yang meningkat.

Seorang wirausaha sukses sangat memahami apa arti kegagalan. Bagi yang tidak mampu memahami makna kegagalan jangan mengambil jalan wirausaha. Kegagalan bukan akhir permainan, jangan ditakuti. Mereka menyadari, keberanian yang dimiliki, berbuah kegagalan. Wirausaha sukses, prosesnya telah melampau beragai kesulitan dan risiko yang dihadapi dan mampu melampaui risiko yang terjadi.

Ketika menghadapi kesulitan, wirausaha selalu mengerahkan sumberdaya yang dimiliki untuk mengubah kegagalan menjadi kemenangan. Mereka selalu mencoba beberapa pendekatan untuk memecahakan masalah bisnisnya. Wirausaha selalu berhadapan dengan eksperimen dan kegagalan, sangking seringnya, proses itu dijalani dengan enjoy. Setiap kegagalan menjadi pembelajaran untuk mencoba pendekatan baru. Melalui proses gagal, belajar, mencoba pendekatan baru, menjadi kesehariannya menuju sukses. Selama ini kegagalan di tengah masyarakat dianggap sesuatu yang menakutkan, justru kegagalan itu menjadi guru terbaik untuk bangkit, mengembangkan wirausaha berikutnya. (salam wirausaha, salam solidaritas).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar